Cara Bercinta Secara Islami
Lowongan Kerja dan Peluang Usaha di bidang IT menanti keterampilan anda sebagai ahli teknisi komputer. Jadilah Teknisi Komputer Professional dengan memiliki Panduan Teknsisi Komputer Terlengkap dari Toko Ebook Online Terpercaya. Ayo gabung bersama Qbonk Media Group DI SINI.
Tata Cara Bercinta Menurut Islam - Ya islam adalah agama yang sempurna semua hal diatur dari hal sekecil apapun sampai hal yang yang urgent. Karena menurut islam, segala sesuatu adalah ibadah yang harus diataru secara syariat. Begitupun dalam melakukan making love antara suami istri. Banyak kitab-kitab karya ulama-ulama besar yang membahas secara khusus tentang tata cara bercinta secara islami. Dalam tulisan ini saya share 9 Tata Cara Bercinta Secara Islami yang saya kutip dari berbagai sumber.
Pertama, Tidak Menolak
Ajakan Bercinta. Secara tabiat maupun fitrah, para lelaki lebih agresif,
tidak memiliki energi kesabaran, serta kurang bisa menahan diri dalam
urusan making love ini. Sebaliknya, para wanita cenderung bersikap
pasif, pemalu, dan kuat menahan diri. Oleh sebab itu, diharuskan bagi
wanita menerima dan mematuhi ajakan suami untuk bercinta. Dalam sebuah
hadis dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Jika seorang istri dipanggil
oleh suaminya karena hajat biologisnya, maka hendaknya segera datang,
meski dirinya sedang sibuk (HR Turmudzi). Ajaran Islam tidak membenarkan
perilaku para istri yang menolak ajakan suami mereka untuk bercinta.
Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: Allah
melaknat wanita yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak
suaminya ke tempat tidur, tetapi ia berkata, ‘nanti dulu’, sehingga
suaminya tidur sendirian (HR Khatib). Dalam hadis lain dituturkan: Jika
suami mengajak tidur istrinya, lalu sang istri menolak, yang menyebabkan
sang suami marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat istri tersebut
sampai pagi tiba (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, Bersih dan Suci.
Haid adalah penyakit bulanan yang tidak suci, wanita yang sedang haid
berarti tidak suci. Karenanya, para suami yang istri mereka sedang
mengalami datang bulan dilarang mensetubuhinya selama waktu haid.
Manakala darah haid sudah berhenti, maka wajib bagi wanita membersihkan
tubuhnya dengan air. Kemudian mengambil ‘secuil’ kapas atau kain, lalu
melumurinya dengan kasturi atau bahan pewangi lainnya yang beraroma
semerbak menawan, kemudian membilas bagian tubuh yang terlumuri darah
saat haid, sehingga tidak ada lagi bau tak sedap pada tubuh sang wanita.
Dalam sebuah riwayat dari Aisyah Ra dituturkan, suatu hari, ada seorang
wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang cara bersuci
(membersihkan diri) sehabis datang bulan. Rasulullah SAW bertutur kepada
wanita tersebut: Ambillah bahan pewangi dari kasturi. Bersihkan dirimu
dengannya. Wanita itu bertanya: Bagaimana caraku membersihkan tubuh?
Rasulullah SAW menjawab: Bersihkan tubuhmu dari noda haid. Wanita itu
bertanya lagi: Bagaimana caranya? Rasulullah SAW menjawab: Subhanallah,
bersihkan dirimu! Aisyah Ra melanjutkan penuturannya: Aku lantas
membisiki wanita itu, ‘Bilas tubuhmu yang terlumuri darah haidmu dengan
pewangi kasturi’ (HR Bukhari).
Allah Azza wa Jalla juga menyatakan di
dalam firman-Nya, bahwa syarat untuk melakukan hubungan badan ialah
harus dalam kondisi suci. Kesucian tubuh dari ‘penyakit’ haid adalah
demi mewujudkan seks sehat, sebagaimana firman-Nya: Mereka bertanya
kepadamu tentang haid. Katakanlah. Haid itu adalah kotoran (penyakit).
Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS.
al-Baqarah/2: 222).
Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada
para suami, agar tidak menyetubuhi istri mereka dalam keadaan nifas dan
haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang
bersenggama dengan wanita yang sedang haid, atau menyetubuhi wanita dari
dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi paranormal (ahli tenung), dan
mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia telah kufur (ingkar) dengan
apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW (HR Abu Daud). Dalam riwayat
lain dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Datangilah istrimu dari arah
depan atau dari arah belakang, tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada
dubur dan (jangan pula) dalam keadaan haid (HR Akhmad dan Tirmidzi).
Lain daripada itu, selain harus suci – tidak haid dan nifas – pasangan
Muslim harus bersih-bersih diri sebelum bercinta, agar tubuh mereka
bersih dan percintaan yang dilakukan sehat.
Ketiga, Bercinta Sesuai
Aturan Syariat. Salah satu tujuan making love (bercinta) adalah untuk
melahirkan keturunan. Dan proses kelahiran hanya terjadi manakala
terjadi pembuahan sperma laki-laki dan perempuan dalam rahim. Karenanya,
bercinta harus dilakukan dengan cara yang benar, yatitu melalui tempat
yang semustinya, bukan melalui anus (dubur) maupun lisan (oral sex) –
sebagaimana yang jamak dilakukan orang-orang yang memiliki kelainan
seksual, serta orang yang tidak paham niali-nilai agama. Lain daripada
itu, bersenggama tidak sesuai aturan sama halnya menafikan kehormatan
wanita yang disetubuhinya. Dan cara seperti itu mustahil bisa melahirkan
keturunan. Ajaran Islam memberi syarat, bahwa senggama harus
ditempatkan pada tempat yang semustinya, yaitu vagina wanita, bukan
melalui anus (dubur) atau mulut wanita (seks oral). Sebab percintaan
yang dilampiaskan pada tempat selain vagina, mustahil dapat membuahkan
keturunan. Oleh sebab itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki (QS. al-Baqarah/2: 223).
Keempat, Berhias Diri.
Diantara syarat bercinta ialah masing-masing pasangan – suami istri –
harus berhias diri untuk menyenangkan dan menggairahkan percintaan yang
hendak dilakukan. Diantara cara berhias diri dalam bercinta adalah:
Mambagusi bagian tubuh, yang merupakan lima organ fitrah, sebagaimana dituturkan Rasulullah SAW: Lima hal yang termasuk fitrah (sesuci), yakni mencukur kumis, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan khitan.
Menggunakan wewangian, yang paling utama adalah kasturi. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa tatkala seorang sahabat yang memberitahu Rasulullah SAW tentang adanya seorang wanita yang memerciki cincinnya dengan kasturi, Rasulullah SAW bersabda: Kasturi adalah sebaik-baik wewangian.
Memakai celak, dan jenis celak terbaik ialah yang terbuat dari bahan itsmid. Abdullah bin Abbas meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik celak kalian adalah yang terbuat dari bahan itsmid. Ia dapat menajamkan penglihatan, serta menumbuhkan rambut. Al-Qur’an juga mengisyaratkan anjuran berhias diri bagi kaum wanita, sebagaimana firman-Nya: Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber-’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. (QS. al-Baqarah/2: 234) Sayyid Qutub dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa redaksi al-Qur’an membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut adalah bukti otentik, dibolehkannya bagi kaum wanita untuk berhias diri, hal mana yang demikian itu dilakukan dengan tujuan agar datang lelaki meminangnya.
Kelima, Berdoa. Diantara
etika seks dalam Islam ialah membaca doa sebelum melakukan
persetubuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas
dituturkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang
diantara kalian hendak mencampuri istrinya, maka hendaknya sebelum
senggama membaca doa: Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithan, wa
jannib asy-syaithana ma ruziqnaa (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah
jauhkanlah kami dari Setan. Dan jauhkan setan dari apa-apa yang Engkau
karuniakan kepada kami (anak keturunan). Dengan memanjatkan doa,
diharapkan anak yang lahir dari buah percintaan tidak goyah diperdaya
setan, akan tetapi serta selalu dekat kepada Allah.
Keenam, Mencari tempat
bercinta yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi diantara suami
istri pada waktu bercinta. Diantara syarat bercinta dalam Islam ialah
mencari tempat yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi pada saat
bercinta, baik istri maupun suami, tidak diperkenankan menceritakan
‘geliat’ percintaan yang dilakukannya kepada orang lain. Dalam sebuah
hadis riwayat Abu Said Khudri, ia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda:
Selazimnya bagi kaum lelaki diantara kalian yang hendak memenuhi hajat
biologisnya, mencari tempat yang nayaman, jauh dari hiruk pikuk
keluarganya, dan menutup pintu rapat-rapat, serta mengenakan sehelai
kain, barulah bercinta (bersetubuh). Kemudian apabila telah selesai
bercinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan badannya kepada orang
lain. Selazimnya bagi kaum wanita diantara kalian, yang hendak memenuhi
hajat biologis, mencari tempat yang nyaman, menutup pintu rapat-rapat,
dan mengenakan sehelai kain untuk menutup tubuhnya. Dan jika selesai
memuaskan dahaga cinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan intimnya
kepada yang lain. Salah seorang wanita berujar: Demi Allah, wahai utusan
Allah, kebanyakan daripada kaum wanita menceritakan apa yang mereka
alami saat senggama kepada yang lain, serta jamak melakukan percintaan
di tempat terbuka. Rasulullah SAW berkata tegas. Janganlah kalian
melakukan hal seperti itu – menceritakan sesuatu saat senggama dan
bersetubuh di tempat terbuka, serta bertelanjang bulat. Sebab perbuatan
seperti itu, sama persisnya dengan perbuatan setan pria bertemu dengan
setan wanita di tengah jalan, lalu bersetubuh di tempat terbuka, setelah
setan pria selesai melampiaskan dahaga seksnya, lantas meninggalkan si
wanita begitu saja. Rasulullah SAW juga meyerukan untuk mengenakan kain
saat bercinta, sebagaimana sabdanya: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
adalah maha lembut, maha malu, maha menutup diri. Dia mencintai rasa
malu dan menutup aurat. Menutup aurat, tidak saja dalam ‘laku’ kehidupan
di ruang publik, tetapi juga saat bercinta.
Ketujuh, Tidak bercinta
saat melakukan iktikaf atau sedang dalam kondisi berihram. Orang yang
sedang menjalankan iktikaf di masjid tidak boleh bersenggama, demikian
pula orang yang sedang berihram, juga tidak boleh bercampur dengan
pasangannya, sebagaimana diwartakan al-Qur’an: Janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah,
maka jangnlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa (QS. al-Baqarah/2:
187). Usman bin Affan meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bertutur:
Orang yang sedang melaksanakan ibadah Ihram tidak boleh bersenggama,
maupun menikah atau melamar (HR Muslim). Dalam riwayat Turmudzi disebut
dengan redaksi: Saat berihram dilarang bersetubuh.
Kedelapan, tidak
bercinta dengan istri yang sedang datang bulan (haid). Ajaran Islam
melarang pasangan suami istri bercinta saat sang istri sedang datang
bulan. Sebab haid adalah penyakit, dikhawatirkan bayi yang lahir dari
buah senggama pada kondisi seperti itu akan tidak sempurna (cacat).
Allah menjelaskan dalam al-Qur’an: Mereka bertanya kepadamu tentang
haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu
mendekati mereke, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan meyukai
orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222). Ajaran Islam
juga melarang suami menggauli istrinya ketika dalam keadaan nifas – usai
melahirkan. Alasannya jelas, bahwa bercinta dalam ajaran Islam adalah
termasuk laku ibadah, karenanya harus dilakukan pada waktu kondisi baik.
Kesembilan,
memperhatikan kondisi fisik. Waktu yang paling tepat untuk melakukan
hubungan badan adalah saat kondisi fisik dalam keadaan fit (segar
bugar), yakni pencernaan makanan lancar, tensi tubuh seimbang antara
panas dan dingin, kondisi perut tidak kenyang dan tidak lapar. Sebab
bersenggama dalam keadaan tubuh tidak fit, pencernaan makanan tidak
lancar, tensi tubuh terlalu panas maupun terlalu dingin, perut terlalu
lapar maupun kenyang, akan membuat hububgan badan kehilangan maknanya,
dan tidak bisa dinikmati bahkan melahirkan madharat (mara bahaya).
Bersenggama dalam keadaan perut lapar lebih berbahaya ketimbang perut
dalam keadaan kenyang. Lain daripada itu, tidak akan bisa merengkuhi
nikmat senggama, lebih-lebih memberi kepuasan seksual kepada pasangan
hidup. Rasulullah SAW bersabda: Jika seseorang diantara kamu bersenggama
dengan istrinya, hendaklah ia lakukan dengan penuh kesungguhan.
Kemudian, kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya sebelum istri
mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia buru-buru mencabut
(kemaluannya), sampai istrinya menemukan kepuasan (HR Abdul Razaq).
Sumber : http://amazonise.wordpress.com/2012/01/27/tips-9-cara-bercinta-menurut-petunjuk-rasulullah-saw/
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar sercara sopan dan relevan