New7Wonders Penuh Kontroversi | Haruskah Kita Mendukungnya?
Lowongan Kerja dan Peluang Usaha di bidang IT menanti keterampilan anda sebagai ahli teknisi komputer. Jadilah Teknisi Komputer Professional dengan memiliki Panduan Teknsisi Komputer Terlengkap dari Toko Ebook Online Terpercaya. Ayo gabung bersama Qbonk Media Group DI SINI.
New 7 Wonders - Sekedar share informasi aja. Tadi pagi saya lihat ulasan tentang Kontroversi Komodi di TV One. Berita tersebut menyebutkan bahwa New 7 Wonders yang katanya nanti pada tanggal 11 November 2011 akan menentukan pemenang kompetisi New 7 Wonders ini ternyata penuh dengan kontroversi.
Seperti apa kontroversi tersebut? Saya mencoba browsing di internet, dan menemukan informasi yang mendetail tentang kontroversi komodo tersebut. Gak Tanggung-tanggung saya cuplik informasi ini dari dua sumber sekaligus.
Kedua saya share informasi yang sanget mendetail, diulas secara tajam dengan mengambil informasi dari berbagai sumber dan statement beberapa tokoh Nasional. Oke silakan di baca saja.
Dibalik emosi nasionalisme masyarakat dengan melakukan dukungan melalui 9818, ternyata terdapat cerita panjang kontroversial yang masih meragukan komitmen Lembaga New7Wonders dalam manfaat dan kerugian terhadap bangsa Indonesia. Ternyata dibalik itu semua pemerintah Indonesia pernah menarik diri dari perhelatan tersebut karena yayasan tersebut mensyaratkan biaya yang sangat luar biasa besar hanya untuk meraih status komodo menjadi salah satu
New7Wonders. Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa lembaga tersebut ternyata sangat misterius, berbau bisnis dan diragukan kredibilitasnya. Karena di negara tempat kantornya berdiripun tidak dikenal dan alamatnya juga misterius. Selain misterius dan tidak kredibel, apakah Indonesia akan terpedaya kedua kali dengan lembaga yang tampaknya hanya mengutamakan bisnis semata itu ?
Demi uang dan Penuh Kontroversi
Sebelumnya Indonesia khususnya Taman Nasional (TN) Komodo pernah menyatakan mundur dari finalis New 7 Wonder. Lewat Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, Pemerintah menyatakan secara resmi mundur dan menarik Taman Nasional Komodo sebagai finalis dalam New Seven Wonder of Nature. Pernyataan mundur dan menarik TN Komodo dari finalis New 7 Wonder ini disampaikan oleh Menbudpar Ir. Jero Wacik, SE dalam jumpa pers di kantor Kementerian Budpar Jakarta, Senin (15/8/2011). Penarikan TN Komodo dari ajang New 7 Wonder ini karena pihak penyelenggara dinilai tidak profesional dan tidak kredibel.
Partisipasi Komodo dalam ajang New Seven Wonder of Nature dimulai pada awal Agustus 2008 ketika Taman Nasional Komodo dinominasikan sebagai 7 keajaiban alam baru bersama 440 nominasi dari 220 negara di dunia. Saat itu pula Kembudpar diangkat menjadi Official Supporting Committee / Lead AgencyNew Seven Wonder of Nature. Melalui online voting via email dan telepon, hingga tanggal 21 Juli 2009, TN Komodo berhasil menjadi salah satu dari 28 finalis New Seven Wonder of Nature. untuk mempromosikan TN Komodo sebagai
1. Desember 2007, N7W mengumumkan peresmian kampanye. Pada tahap awal terpilih tiga destinasi wisata Indonesia dan yang masuk nominasi adalah Taman Nasional Komodo, Danau Toba, dan Anak Gunung Krakatau, bersama dengan 440 nominasi dari 220 Negara. Kemudia pada bulan Agustus 2008, Indonesia mendaftar sebagai OSC dan membayar biaya administrasi masing-masing destinasi USD 199. Pada 21 Juli 2009, Taman Nasional Komodo menjadi Indonesia National Nominees dan menjadi salah satu dari 28 nominasi finalis. Setahun kemudian pihak N7W menawari Indonesia untuk menjadi tuan rumah deklarasi N7W yang akan dilaksanakan pada 11 November 2010. Setelah menjajaki dan beberapa kali mengadakan pertemuan, pada 25 November 2010 Indonesia menyatakan berminat menjadi tuan rumah. Pada 6 Desember, pihak N7W menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah dengan liscense fee sebesar 10 juta dolar AS. Timbul permasalahan ketika pada Desember 2010 Yayasan New Seven Wonder menyatakan menyetujui Indonesia (Jakarta) sebagai Tuan Rumah Penyelenggaraan (Official Host) Deklarasi 7 Keajaiban Dunia Alam (New7Wonders of Nature). Syaratnya, Indonesia mesti membayar license feese dan biaya penyelenggaraan mencapai US$ 45 juta. Indonesia dalam hal ini Kembudpar menolak. Tetapi Yayasan N7W balik mengancam akan mengeliminasi TN. Komodo dari finalis New7Wonders of Nature. 7 Februari 2011, Yayasan New Seven Wonder memutuskan untuk tetap mempertahankan TN Komodo sebagai finalis namun melakukan tindakan menghapuskan peran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai Official Supporting Commitee. Peran ini kemudian digantikan oleh swasta dan masyarakat dalam P2Komodo (Pendukung Pemenangan Komodo).
Pada 11 Februari 2011, Todung Mulya Lubis mengirim surat via e-mail lagi dan meminta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenbudpar) untuk kembali menjadi OSC. Surat kedua itu tidak dijawab. Tetap masuknya TNK sebagai finalis tanpa keikutsertaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenbudpar) sebagai OSC itu membuat harga diri bangsa dilecehkan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mewakili Pemerintah Indonesia tak boleh ikut mempromosikannya.
Bahkan terdapat beberapa negara yang masuk dalam nomine 7 Keajaiban Dunia Baru ini, memutuskan mundur. Salah satu alasannya adalah penyelenggara tidak transparan dalam menjelaskan bagaimana cara mereka menghitung dukungan. Maldives (Maladewa), satu dari 28 finalis, menarik diri dari kompetisi yang diselenggarakan N7W itu. Negara itu menarik diri karena urusan finansial yang dibebankan N7W. Maladewa mundur, dengan alasan banyak dimintai biaya oleh panitia New7 Wonders. Alasan pertama pemerintah Maladewa menarik diri dari kompetisi itu adalah mahalnya biaya lisensi dan paket sponsor yang diminta panitia penyelenggara New7Wonders. Jumlahnya pun tak main-main. Contohnya saja, pemerintah Maladewa diharuskan membayar biaya lisensi untuk penerbangan Maladewa sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 8,8 miliar. Belum biaya sponsor dan lainnya.
Selain itu panitia juga harus membebankan biaya sponsor platinum mencapai $350 ribu; dua biaya sponsor emas dengan total $420 ribu, mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi, menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, kunjungan wartawan; biaya $1 juta dolar bagi penyedia layanan telepon untuk berpartisipasi dalam kampanye New7Wonders; dan $1 juta lagi agar maskapai suatu negara peserta bisa menempelkan logo New7Wonders di pesawat-pesawat mereka.
Lembaga New7Wonders
Lembaga New7Wonders adalah lembaga swasta yang kredibiitasnya harus lebih diteliti lebih jauh. Lembaga swasta itu mengadakan kompetisi ini ternyata tidak berkaitan dengan lembaga resmi UNESCO di bawah PBB. Sebenarnya UNESCO sudah menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Dalam kaitan kegiatan lembaga tersebut, UNESCO menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan dengan penetapan Situs-Situs Warisan Dunia sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh lembaga New7Wonders. Ternyata UNESCO juga sering diajak bekerjasama oleh organisasi itu, tapi selalu menolak. Bahkan UNESCO mengatakan bahwa penetapan Unesco adalah bedasarkan data ilmiah dan proses penelitian dan pengamatan profesional sehingga menghasilkan daftar situs-situs Warisan Dunia. Tetapi penetapan satatus oleh lembaga lembaga New7Wonders. hanya berdasarkan popularitas dan terselubung berbau kepentingan bisnis lembaga itu.
Menurut pantauan Duta Besar RI di Swiss Djoko Susilo mengungkapkan pihaknya sudah melakukan penelusuran terhadap keberadaan yayasan ini. Pihak KBRI pernah membantu delegasi dari Jakarta untuk melakukan penyelidikan atas yayasan ini. KBRI juga sudah berhubungan dengan pemimpin redaksi harian nasional Swiss dan selalu mempertanyakan kredibilitas Yayasan N7W. Para pemimpin redaksi harian nasional Swiss tidak mengenal keberadaan Yayasan N7W.
KBRI bersama tim dari Jakarta juga sudah mengadakan kunjungan ke alamat yang tertulis sebagai kantor Yayasan N7W: Höschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich. Ternyata kode pos dari alamat yang diberikan tidak sesuai. Seharusnya, menurut Djoko, alamat itu adalah: Höschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, di mana terdapat museum Heidi Weber yang diarsiteki Le Corbusier dan selesai dibangun pada 1967. Museum itu hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dari pukul 14.00 – 17.00. KBRI juga sudah mendatangi kantor Pengacara Patrick Sömmer dari Kantor Pengacara CMS von Erlach Henrici Ltd, untuk mendapatkan bantuan, melacak keberadaan yayasan ini. Djoko menilai, sebagai yayasan, keberadaan yayasan N7W cukup unik. Yayasan ini tak jelas alamatnya, kecuali alamat e-mail-nya, hanya tertulis N7W berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris.
Joko Susilo juga mengatakan bahwa lembaga ini tidak sama sekali memberikan promosi di negara yang kantornya berdiri. Bahkan tidak ada satupun media di Swiss memberitakan kompetisi Newage Seven Wonder of Nature. Dia berharap masyarakat Indonesia tidak tertipu atau terperdaya dengan kegiatan yang dilakukan lembaga ini.
Hal yang lebih misterius lagi lembaga itu selalu merahasiakan jumlah vote yang telah dilakukan. Banyak masyarakat yang menanyakan dana yang telah diberikan lewat SMS itu bertarif Rp 1.000, sejak April dan oktober 2011. tetapi panitia pendukung di Indonesia selalu mengelak penggunaannya dan selalu mengatakan telah dilakukan audit oleh lembaga yang kredibel. Bahkan bila ditanyakan jumlah dana yang sudah masuk mereke juga selalu mengelak. Sambil berkilah, KFC Indonesioa saja kalau ditanya berapa biasaya francisenya pasti tisdak akan menjawab. Ketertutupan tentang masalah dana tersebut tampaknya bukan ciri sebuah lembaga non-profit.
Dibela JK dan Emmy Hafild
Duta Besar Pulau Komodo Jusuf Kalla membantah bahwa Yayasan “New7Wonders” atau N7W (Tujuh Keajaiban Dunia) akan merugikan Indonesia karena Indonesia tidak akan menjadi tuan rumah untuk deklarasi N7W dengan membayar “fee” sebesar 10 juta dolar AS. JK mengatakan “Nggak, kita nggak akan bayar (fee) itu, karena kita nggak ada menjadi host untuk semacam olimpiade N7W itu. Kalau pun kita harus mengeluarkan uang untuk kegiatan itu, maka hal itu akan dibayar beberapa pengusaha. Itu juga ada audit internasional,”. JK juga mengungkapkan bahwa N7W justru akan menjadi promosi murah untuk wisata Indonesia. ”Kalau Komodo menang, maka wisatawan dari seluruh dunia akan datang ke NTT. Kalau ada Unesco tidak mengakui juga tidak apa-apa, karena N7W memang bukan kegiatan terkait masalah warisan budaya, melainkan soal `keajaiban` yang berhubungan dengan wisata dunia,” katanya.
Menurut Ketua Pendukung pemenangan Komodo sebagai 7 keajaiban dunia heran dengan sikap pemerintah yang apriori terhadap New7 Wonders. Ini karena ada pejabat pemerintah, dia sangat tersinggung karena dicoret sebagai official suporting committee di New7 Wonders,” Pejabat yang dimaksud Emmy ini tak lain Sapta Nirwandar yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sapta dahulu yang mendaftarkan Komodo, Danau Toba, dan Krakatau sebagai New7 Wonders. Namun belakangan, setelah disebut pihak New7 Wonders meminta uang, pemerintah balik kanan. “Kalau ada yang bilang New7 Wonders itu organisasi tidak kredibel bagaimana bisa. New7 Wonders sudah bikin kompetisi keajaiban dunia sejak 2000-2007. Mereka organisasi kredibel. Presiden di sejumlah negara seperti Filipina, Korsel, dan bahkan Obama Presiden AS memakai pin untuk mendukung Colorado untuk menjadi keajaiban dunia,” jelasnya. Bahkan Emmy secara berlebihan dalam stasiun televisi swasta mengatakan bahwa sejak adanya kompetisi ini, sejak dua tahun yang lalu di NTT sudah berdiri 8 hotel untuk pariwisata Komodo.
Argumen yang disampaikan pihak KBRI Bern, Swiss yang membeberkan kejanggalan New7 Wonders pun dinilainya bukan hal baru. Mundur ke belakang, sebelum cabut dari New7 Wonders pemerintah kita sudah 2 tahun bergabung, ikut serta dalam kompetisi itu. Entah bagaimana dengan alasan ribut soal uang tiba-tiba muncul penolakan terhadap New7 Wonders. “Argumentasinya nggak baru. New7 Wonders itu organisasi modern, mereka itu kerja lewat cyber. Kantornya di mana-mana, seperti London, Zurich, dan Kanada. Yang jelas kantor milik New7 Wonders itu memang berada di museum, karena museum itu dahulu rumah milik orang tua Bernard Weber. Museum berisi segala sesuatu soal New7 Wonders,” tuturnya.
Harus Dicermati
Melihat kontroversi tersebut bangsa Indonesia termasuk para tokoh masyarakat harus jeli dan cermat dalam semua kegiatan yang dilakukan Lembaga New7Wonders. Memang bisa saja niat baik para pendukung Komodo 9818 ini akan membantu pariwisata Indonesia. Tidak ada yang berhak melarang setiap upaya yang mempromosikan Komodo di dunia Internasional. tetapi melihat misterius, kredibilitas lembaga New7Wonders, dukungan membabi buta dalam pembelaan terhadap lembaga dan ketertutupan masalah dana dan jumlah “vote” tampaknya sulit dielakkan bahwa lembaga tersebut bukan lembaga non-profit dan berbau bisnis.
Kalaupun klaim jumlah 1 milyar SMS yang diberikan oleh masyarakat dunia, apakah berdampak langsung terhadap kepentingan promosi Komodo. Karena, masyarakat di suatu negara pasti hanya akan melihat nama tempat yang diunggulkan di negaranya tetapi jarang melihat nama lainnya yang dinominasikan. Demikian juga masyarakat Indonesia pasti hanya mengenal Komodo sebagai salah satu finalisnya tanpa mengetahui finalis lainnya. Bila di negaranya sendiri di Swiss saja gema promosi New7 Wonder tidak bergaung apakah bisa diharapkan gema promosi terdengar di seluruh dunia.
Memang nantinya bila menang maka keuntungannya Komodo mempunya status sebagai New Seven Wonder of Nature. tetapi bila sudah mempunyai status seperti itu lantas apakah bisa membantu pariwisata Indonesia bila tidak ditindaklanjuti dengan promosi berikutnya. Padahal Komodo sudah mempunyai status yang lebih kredibel dan diakui dunia melalui lembaga resmi dan kredibel. Taman nasional Komodo sejak dua puluh tahun yang lalu juga telah ditetapkan oleh UNESCO World Heritage Committee masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia (The World Heritage Sites). Status yang sebenarnya sangat bergengsi itu seharusnya dikelola dengan baik dalam promosi pariwisata komodo di dunia Internasional. Mengapa status yang sudah jelas tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik tetapi bangsa ini harus mengejar lagi sebuah status yang kredibilitasnya masih diragukan. Bahkan promosi yang baik tampaknya belum pernah dilakukan karena banyak bagian masyarakat bangsa ini tidak menyadari bahwa Komodo sudah 20 tahun diberi gelar terhormat oleh Unicef.
Bila bangsa ini tidak terpedaya oleh jeratan kepentingan bisnis lembaga tersebut tidak masalah bila menguntungkan bangsa ini. Tetapi bila semua kegiatan ini hanya demi kepentingan bisnis tanpa ada dampak berarti bagi bangsa ini maka sangat disayangkan. Sebaiknya bangsa ini harus menghitung untung rugi dan manfaat dibanding biaya yang dikeluarkan hanya untuk mengejar sebuah status Komodo New 7 (Seven) Wonders of Nature. Benarkah dengan adanya status baru yang akan dikejar selama ini dapat menambah manfaat bagi komodo dan masyarakat NTT khususnya seperti yang digembar-gemborkan para tokoh selama ini. Berbagai pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa untuk menjadi pemenang panitia mensyarakan biaya yang luar biasa besar hanya untuk menyandang sebuah status tersebut.
Apakah tidak sebaik dipikirkan lebih cermat bahwa biaya yang luar biasa besar itu untuk dijadikan biaya promosi sendiri dan untuk membiayai sarana TN Komodo agar lebih menarik dan dikenal masyarakat dunia. Ternyata masyarakat dan para tokoh tidak disadari mulai masuk dalam jebakan Lembaga New7Wonders untuk meraih sebuah status yang akhirnya nantinya dibebani biaya yang luar biasa. Apakah masyarakat dan pemerintah tidak berkaca dengan pengalaman sebelumnya ? Mudah-mudahan semua niat baik masyarakat untuk mendukung Komodo tidak menjebak bangsa ini untuk mengeluarkan biaya yang sangat besar hanya mengejar sebuah status. Pengalaman sebelumnya menunjukkan, hanya untuk sebuah status Komodo, New Seven Wonder of Nature, bangsa ini harus mengeluarkan puluhan juta dolar.
Dengan membaca informasi di atas. Haruskah Kita Mendukung New 7 Wonders?
Seperti apa kontroversi tersebut? Saya mencoba browsing di internet, dan menemukan informasi yang mendetail tentang kontroversi komodo tersebut. Gak Tanggung-tanggung saya cuplik informasi ini dari dua sumber sekaligus.
Pertama saya share Ilustrasi Konvtroversi Komodo dalam bentuk gambar berikut ini. Sumber : http://www.phylopop.com/2011/10/kontroversi-komodo-masuk-7-keajaiban.html
Dibalik emosi nasionalisme masyarakat dengan melakukan dukungan melalui 9818, ternyata terdapat cerita panjang kontroversial yang masih meragukan komitmen Lembaga New7Wonders dalam manfaat dan kerugian terhadap bangsa Indonesia. Ternyata dibalik itu semua pemerintah Indonesia pernah menarik diri dari perhelatan tersebut karena yayasan tersebut mensyaratkan biaya yang sangat luar biasa besar hanya untuk meraih status komodo menjadi salah satu
New7Wonders. Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa lembaga tersebut ternyata sangat misterius, berbau bisnis dan diragukan kredibilitasnya. Karena di negara tempat kantornya berdiripun tidak dikenal dan alamatnya juga misterius. Selain misterius dan tidak kredibel, apakah Indonesia akan terpedaya kedua kali dengan lembaga yang tampaknya hanya mengutamakan bisnis semata itu ?
Demi uang dan Penuh Kontroversi
Sebelumnya Indonesia khususnya Taman Nasional (TN) Komodo pernah menyatakan mundur dari finalis New 7 Wonder. Lewat Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, Pemerintah menyatakan secara resmi mundur dan menarik Taman Nasional Komodo sebagai finalis dalam New Seven Wonder of Nature. Pernyataan mundur dan menarik TN Komodo dari finalis New 7 Wonder ini disampaikan oleh Menbudpar Ir. Jero Wacik, SE dalam jumpa pers di kantor Kementerian Budpar Jakarta, Senin (15/8/2011). Penarikan TN Komodo dari ajang New 7 Wonder ini karena pihak penyelenggara dinilai tidak profesional dan tidak kredibel.
Partisipasi Komodo dalam ajang New Seven Wonder of Nature dimulai pada awal Agustus 2008 ketika Taman Nasional Komodo dinominasikan sebagai 7 keajaiban alam baru bersama 440 nominasi dari 220 negara di dunia. Saat itu pula Kembudpar diangkat menjadi Official Supporting Committee / Lead AgencyNew Seven Wonder of Nature. Melalui online voting via email dan telepon, hingga tanggal 21 Juli 2009, TN Komodo berhasil menjadi salah satu dari 28 finalis New Seven Wonder of Nature. untuk mempromosikan TN Komodo sebagai
1. Desember 2007, N7W mengumumkan peresmian kampanye. Pada tahap awal terpilih tiga destinasi wisata Indonesia dan yang masuk nominasi adalah Taman Nasional Komodo, Danau Toba, dan Anak Gunung Krakatau, bersama dengan 440 nominasi dari 220 Negara. Kemudia pada bulan Agustus 2008, Indonesia mendaftar sebagai OSC dan membayar biaya administrasi masing-masing destinasi USD 199. Pada 21 Juli 2009, Taman Nasional Komodo menjadi Indonesia National Nominees dan menjadi salah satu dari 28 nominasi finalis. Setahun kemudian pihak N7W menawari Indonesia untuk menjadi tuan rumah deklarasi N7W yang akan dilaksanakan pada 11 November 2010. Setelah menjajaki dan beberapa kali mengadakan pertemuan, pada 25 November 2010 Indonesia menyatakan berminat menjadi tuan rumah. Pada 6 Desember, pihak N7W menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah dengan liscense fee sebesar 10 juta dolar AS. Timbul permasalahan ketika pada Desember 2010 Yayasan New Seven Wonder menyatakan menyetujui Indonesia (Jakarta) sebagai Tuan Rumah Penyelenggaraan (Official Host) Deklarasi 7 Keajaiban Dunia Alam (New7Wonders of Nature). Syaratnya, Indonesia mesti membayar license feese dan biaya penyelenggaraan mencapai US$ 45 juta. Indonesia dalam hal ini Kembudpar menolak. Tetapi Yayasan N7W balik mengancam akan mengeliminasi TN. Komodo dari finalis New7Wonders of Nature. 7 Februari 2011, Yayasan New Seven Wonder memutuskan untuk tetap mempertahankan TN Komodo sebagai finalis namun melakukan tindakan menghapuskan peran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai Official Supporting Commitee. Peran ini kemudian digantikan oleh swasta dan masyarakat dalam P2Komodo (Pendukung Pemenangan Komodo).
Pada 11 Februari 2011, Todung Mulya Lubis mengirim surat via e-mail lagi dan meminta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenbudpar) untuk kembali menjadi OSC. Surat kedua itu tidak dijawab. Tetap masuknya TNK sebagai finalis tanpa keikutsertaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenbudpar) sebagai OSC itu membuat harga diri bangsa dilecehkan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mewakili Pemerintah Indonesia tak boleh ikut mempromosikannya.
Bahkan terdapat beberapa negara yang masuk dalam nomine 7 Keajaiban Dunia Baru ini, memutuskan mundur. Salah satu alasannya adalah penyelenggara tidak transparan dalam menjelaskan bagaimana cara mereka menghitung dukungan. Maldives (Maladewa), satu dari 28 finalis, menarik diri dari kompetisi yang diselenggarakan N7W itu. Negara itu menarik diri karena urusan finansial yang dibebankan N7W. Maladewa mundur, dengan alasan banyak dimintai biaya oleh panitia New7 Wonders. Alasan pertama pemerintah Maladewa menarik diri dari kompetisi itu adalah mahalnya biaya lisensi dan paket sponsor yang diminta panitia penyelenggara New7Wonders. Jumlahnya pun tak main-main. Contohnya saja, pemerintah Maladewa diharuskan membayar biaya lisensi untuk penerbangan Maladewa sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 8,8 miliar. Belum biaya sponsor dan lainnya.
Selain itu panitia juga harus membebankan biaya sponsor platinum mencapai $350 ribu; dua biaya sponsor emas dengan total $420 ribu, mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi, menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, kunjungan wartawan; biaya $1 juta dolar bagi penyedia layanan telepon untuk berpartisipasi dalam kampanye New7Wonders; dan $1 juta lagi agar maskapai suatu negara peserta bisa menempelkan logo New7Wonders di pesawat-pesawat mereka.
Lembaga New7Wonders
Lembaga New7Wonders adalah lembaga swasta yang kredibiitasnya harus lebih diteliti lebih jauh. Lembaga swasta itu mengadakan kompetisi ini ternyata tidak berkaitan dengan lembaga resmi UNESCO di bawah PBB. Sebenarnya UNESCO sudah menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Dalam kaitan kegiatan lembaga tersebut, UNESCO menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan dengan penetapan Situs-Situs Warisan Dunia sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh lembaga New7Wonders. Ternyata UNESCO juga sering diajak bekerjasama oleh organisasi itu, tapi selalu menolak. Bahkan UNESCO mengatakan bahwa penetapan Unesco adalah bedasarkan data ilmiah dan proses penelitian dan pengamatan profesional sehingga menghasilkan daftar situs-situs Warisan Dunia. Tetapi penetapan satatus oleh lembaga lembaga New7Wonders. hanya berdasarkan popularitas dan terselubung berbau kepentingan bisnis lembaga itu.
Menurut pantauan Duta Besar RI di Swiss Djoko Susilo mengungkapkan pihaknya sudah melakukan penelusuran terhadap keberadaan yayasan ini. Pihak KBRI pernah membantu delegasi dari Jakarta untuk melakukan penyelidikan atas yayasan ini. KBRI juga sudah berhubungan dengan pemimpin redaksi harian nasional Swiss dan selalu mempertanyakan kredibilitas Yayasan N7W. Para pemimpin redaksi harian nasional Swiss tidak mengenal keberadaan Yayasan N7W.
KBRI bersama tim dari Jakarta juga sudah mengadakan kunjungan ke alamat yang tertulis sebagai kantor Yayasan N7W: Höschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich. Ternyata kode pos dari alamat yang diberikan tidak sesuai. Seharusnya, menurut Djoko, alamat itu adalah: Höschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, di mana terdapat museum Heidi Weber yang diarsiteki Le Corbusier dan selesai dibangun pada 1967. Museum itu hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dari pukul 14.00 – 17.00. KBRI juga sudah mendatangi kantor Pengacara Patrick Sömmer dari Kantor Pengacara CMS von Erlach Henrici Ltd, untuk mendapatkan bantuan, melacak keberadaan yayasan ini. Djoko menilai, sebagai yayasan, keberadaan yayasan N7W cukup unik. Yayasan ini tak jelas alamatnya, kecuali alamat e-mail-nya, hanya tertulis N7W berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris.
Joko Susilo juga mengatakan bahwa lembaga ini tidak sama sekali memberikan promosi di negara yang kantornya berdiri. Bahkan tidak ada satupun media di Swiss memberitakan kompetisi Newage Seven Wonder of Nature. Dia berharap masyarakat Indonesia tidak tertipu atau terperdaya dengan kegiatan yang dilakukan lembaga ini.
Hal yang lebih misterius lagi lembaga itu selalu merahasiakan jumlah vote yang telah dilakukan. Banyak masyarakat yang menanyakan dana yang telah diberikan lewat SMS itu bertarif Rp 1.000, sejak April dan oktober 2011. tetapi panitia pendukung di Indonesia selalu mengelak penggunaannya dan selalu mengatakan telah dilakukan audit oleh lembaga yang kredibel. Bahkan bila ditanyakan jumlah dana yang sudah masuk mereke juga selalu mengelak. Sambil berkilah, KFC Indonesioa saja kalau ditanya berapa biasaya francisenya pasti tisdak akan menjawab. Ketertutupan tentang masalah dana tersebut tampaknya bukan ciri sebuah lembaga non-profit.
Dibela JK dan Emmy Hafild
Duta Besar Pulau Komodo Jusuf Kalla membantah bahwa Yayasan “New7Wonders” atau N7W (Tujuh Keajaiban Dunia) akan merugikan Indonesia karena Indonesia tidak akan menjadi tuan rumah untuk deklarasi N7W dengan membayar “fee” sebesar 10 juta dolar AS. JK mengatakan “Nggak, kita nggak akan bayar (fee) itu, karena kita nggak ada menjadi host untuk semacam olimpiade N7W itu. Kalau pun kita harus mengeluarkan uang untuk kegiatan itu, maka hal itu akan dibayar beberapa pengusaha. Itu juga ada audit internasional,”. JK juga mengungkapkan bahwa N7W justru akan menjadi promosi murah untuk wisata Indonesia. ”Kalau Komodo menang, maka wisatawan dari seluruh dunia akan datang ke NTT. Kalau ada Unesco tidak mengakui juga tidak apa-apa, karena N7W memang bukan kegiatan terkait masalah warisan budaya, melainkan soal `keajaiban` yang berhubungan dengan wisata dunia,” katanya.
Menurut Ketua Pendukung pemenangan Komodo sebagai 7 keajaiban dunia heran dengan sikap pemerintah yang apriori terhadap New7 Wonders. Ini karena ada pejabat pemerintah, dia sangat tersinggung karena dicoret sebagai official suporting committee di New7 Wonders,” Pejabat yang dimaksud Emmy ini tak lain Sapta Nirwandar yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sapta dahulu yang mendaftarkan Komodo, Danau Toba, dan Krakatau sebagai New7 Wonders. Namun belakangan, setelah disebut pihak New7 Wonders meminta uang, pemerintah balik kanan. “Kalau ada yang bilang New7 Wonders itu organisasi tidak kredibel bagaimana bisa. New7 Wonders sudah bikin kompetisi keajaiban dunia sejak 2000-2007. Mereka organisasi kredibel. Presiden di sejumlah negara seperti Filipina, Korsel, dan bahkan Obama Presiden AS memakai pin untuk mendukung Colorado untuk menjadi keajaiban dunia,” jelasnya. Bahkan Emmy secara berlebihan dalam stasiun televisi swasta mengatakan bahwa sejak adanya kompetisi ini, sejak dua tahun yang lalu di NTT sudah berdiri 8 hotel untuk pariwisata Komodo.
Argumen yang disampaikan pihak KBRI Bern, Swiss yang membeberkan kejanggalan New7 Wonders pun dinilainya bukan hal baru. Mundur ke belakang, sebelum cabut dari New7 Wonders pemerintah kita sudah 2 tahun bergabung, ikut serta dalam kompetisi itu. Entah bagaimana dengan alasan ribut soal uang tiba-tiba muncul penolakan terhadap New7 Wonders. “Argumentasinya nggak baru. New7 Wonders itu organisasi modern, mereka itu kerja lewat cyber. Kantornya di mana-mana, seperti London, Zurich, dan Kanada. Yang jelas kantor milik New7 Wonders itu memang berada di museum, karena museum itu dahulu rumah milik orang tua Bernard Weber. Museum berisi segala sesuatu soal New7 Wonders,” tuturnya.
Harus Dicermati
Melihat kontroversi tersebut bangsa Indonesia termasuk para tokoh masyarakat harus jeli dan cermat dalam semua kegiatan yang dilakukan Lembaga New7Wonders. Memang bisa saja niat baik para pendukung Komodo 9818 ini akan membantu pariwisata Indonesia. Tidak ada yang berhak melarang setiap upaya yang mempromosikan Komodo di dunia Internasional. tetapi melihat misterius, kredibilitas lembaga New7Wonders, dukungan membabi buta dalam pembelaan terhadap lembaga dan ketertutupan masalah dana dan jumlah “vote” tampaknya sulit dielakkan bahwa lembaga tersebut bukan lembaga non-profit dan berbau bisnis.
Kalaupun klaim jumlah 1 milyar SMS yang diberikan oleh masyarakat dunia, apakah berdampak langsung terhadap kepentingan promosi Komodo. Karena, masyarakat di suatu negara pasti hanya akan melihat nama tempat yang diunggulkan di negaranya tetapi jarang melihat nama lainnya yang dinominasikan. Demikian juga masyarakat Indonesia pasti hanya mengenal Komodo sebagai salah satu finalisnya tanpa mengetahui finalis lainnya. Bila di negaranya sendiri di Swiss saja gema promosi New7 Wonder tidak bergaung apakah bisa diharapkan gema promosi terdengar di seluruh dunia.
Memang nantinya bila menang maka keuntungannya Komodo mempunya status sebagai New Seven Wonder of Nature. tetapi bila sudah mempunyai status seperti itu lantas apakah bisa membantu pariwisata Indonesia bila tidak ditindaklanjuti dengan promosi berikutnya. Padahal Komodo sudah mempunyai status yang lebih kredibel dan diakui dunia melalui lembaga resmi dan kredibel. Taman nasional Komodo sejak dua puluh tahun yang lalu juga telah ditetapkan oleh UNESCO World Heritage Committee masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia (The World Heritage Sites). Status yang sebenarnya sangat bergengsi itu seharusnya dikelola dengan baik dalam promosi pariwisata komodo di dunia Internasional. Mengapa status yang sudah jelas tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik tetapi bangsa ini harus mengejar lagi sebuah status yang kredibilitasnya masih diragukan. Bahkan promosi yang baik tampaknya belum pernah dilakukan karena banyak bagian masyarakat bangsa ini tidak menyadari bahwa Komodo sudah 20 tahun diberi gelar terhormat oleh Unicef.
Bila bangsa ini tidak terpedaya oleh jeratan kepentingan bisnis lembaga tersebut tidak masalah bila menguntungkan bangsa ini. Tetapi bila semua kegiatan ini hanya demi kepentingan bisnis tanpa ada dampak berarti bagi bangsa ini maka sangat disayangkan. Sebaiknya bangsa ini harus menghitung untung rugi dan manfaat dibanding biaya yang dikeluarkan hanya untuk mengejar sebuah status Komodo New 7 (Seven) Wonders of Nature. Benarkah dengan adanya status baru yang akan dikejar selama ini dapat menambah manfaat bagi komodo dan masyarakat NTT khususnya seperti yang digembar-gemborkan para tokoh selama ini. Berbagai pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa untuk menjadi pemenang panitia mensyarakan biaya yang luar biasa besar hanya untuk menyandang sebuah status tersebut.
Apakah tidak sebaik dipikirkan lebih cermat bahwa biaya yang luar biasa besar itu untuk dijadikan biaya promosi sendiri dan untuk membiayai sarana TN Komodo agar lebih menarik dan dikenal masyarakat dunia. Ternyata masyarakat dan para tokoh tidak disadari mulai masuk dalam jebakan Lembaga New7Wonders untuk meraih sebuah status yang akhirnya nantinya dibebani biaya yang luar biasa. Apakah masyarakat dan pemerintah tidak berkaca dengan pengalaman sebelumnya ? Mudah-mudahan semua niat baik masyarakat untuk mendukung Komodo tidak menjebak bangsa ini untuk mengeluarkan biaya yang sangat besar hanya mengejar sebuah status. Pengalaman sebelumnya menunjukkan, hanya untuk sebuah status Komodo, New Seven Wonder of Nature, bangsa ini harus mengeluarkan puluhan juta dolar.
Dengan membaca informasi di atas. Haruskah Kita Mendukung New 7 Wonders?
itu pasti sentimen thdp pihak yg tidak suka dengan pulau komodo bro. tetap lanjutnkan perjuangan, jangan menyerah!
BalasHapus