Peringatan Hari Kematian Adalah Budaya Jawa?

Lowongan Kerja dan Peluang Usaha di bidang IT menanti keterampilan anda sebagai ahli teknisi komputer. Jadilah Teknisi Komputer Professional dengan memiliki Panduan Teknsisi Komputer Terlengkap dari Toko Ebook Online Terpercaya. Ayo gabung bersama Qbonk Media Group DI SINI.
Kita sebagai orang Jawa tentu tidak asing dengan istilah “mitung dina”, “matang puluh”, “nyatus”, “mendak” dan seterusnya. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk peringatan hari kematian. Mitung dina yaitu peringatan hari kematian yang dilakukukan 7 setelah kematian seseorang, matang puluh (empat pulu hari setelah kematian), nyatus (seratus hari setelah kematian), mendak (satu tahun setelah kematian).

Dalam artikel ini sengaja saya membuat tulisan dengan judul Peringatan Hari Kematian Adalah Budaya Jawa?. Sengaja saya berikan tanda tanya, hal ini untuk menghindari pengakuan secara sepihak bahwa peringatan hari kematian adalah hanya budaya milik orang Jawa saja. Sebab saya tidak tahu apakah di suku-suku yang lain ada peringatan hari kematian atau tidak.

Sebagai orang Jawa tulen, saya melihat peringatan hari kematian begitu kental dan melekat dengan pribadi orang Jawa. Enath itu Jawa Barat, Jawa Tengah ataupu Jawa Timur. Tapi yang paling kental terasa ada pada masyarakat Jawa Tengah.

Hal ini mungkin disebabkan, peringatan hari kematian merupakah warisan budaya Jawa Hidu Kuno yang memang  berpusat di Jawa Tengah yaitu kerajaan Mataram Hindu.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa warisan budaya Hindu tapi cara pelaksanaanya menggunakan cara-cara Islam? Apakah peringatan kematian ada dalam ajaran Islam?

Kedua pertanyaan diatas sering muncul di tengah-tengah masyarakat yang kontra dengan peringatan hari kematian. Kalau diruntut dari sejarah, sebenarnya peringatan hari kematian adalah mutlak warisan budaya Jawa Kuno (Hindu Jawa). Kemudian dengan bebagai macam pandangan, maka para ulama jaman dulu (wali songo) merubah cara pelaksanaan peringatan hari kematian dengan memasukan unsur-unsur Islam di dalamnya. Kalau sebelumnya dalam acara peringatan hari kematian dibacakan mantra-mantra atau sutera dari kitab Hindu, maka dirubah dengan membaca ayat-ayat suci Alquran diserta dengan dzikir kepada Alloh SWT.

Apakah peringatan hari kematian merupakan ajaran Islam? Saya rasa sama sekali bukan. Saya tidak akan melihat dari segi dalil Quran maupun Hadits (saya bukan ahlinya). Hal ini bisa dilihat dari peringatan hari kematian (“mitung dina”, “matang puluh”, “nyatus”, “mendak” dan seterusnya) hanya ada di Indonesia khususnya Jawa. Sedangkan di negara-negara lain khususnya timur tengah (sebagai pusat peradaban Islam) sepertinya tidak ada peringatan hari kematian seperti yang ada di Jawa.

Melihat dari kenyataan di atas, maka menurut pandangan saya Peringatan Hari Kematian merupakah khasanah budaya Jawa asli. Ini merupakan kekayaan budaya yang dimiliki oleh maysarakat Jawa.

Terkait dengan pro dan kontra tentang pelaksanaan peringatan hari kematian, saya tidak bisa menjelaskannya di sini. Saya hanya ingin menegaskan bahawa peringatan hari kematian adalah budaya Jawa bukan ajaran Islam.

Mohon maaf kepada semua pembaca kalau pernyataan saya diatas ada kekeliruan. Saya kurang memahami tentang ajaran Islam secara kaffah, kalau mungkin ada dalil tentang pelaksanaan peringatan hari kematian secara Islam (quran dan hadits) mohon cantumkan dalam komentar di bawah ini untuk menyempurnakan tulisan saya yang buruk ini.

Terima kasih

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar sercara sopan dan relevan